Penerapan Restorative Justice berbasis masyarakat

Penerapan Restorative Justice berbasis masyarakat

LPA NTB  – The Asia Foundation (TAF) dan Australia Indonesia Partnership for Justice two (AIPJ2)

  1. Dukungan yang Dilakukan

 

Sejak berdirinya LPA NTB pada tahun 2002, LPA NTB fokus dalam hal penanganan kasus anak yang menjadi pelaku, korban, maupun saksi. Sebelum adanya aturan diversi bagi anak yang berhadapan dengan hukum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, LPA NTB sudah menggagas agar kasus anak yang berhadapan dengan hukum dapat diselesaikan tanpa harus memberlakukan hukuman penjara bagi anak. Hal ini dilakukan melalui diskresi yang kebijakannya dikeluarkan oleh Kepolisian, sehingga anak yang berhadapan dengan hukum tetap dapat dilindungi hak-haknya sebagai seorang anak. Dengan demikian prinsip Restorative Justice sudah lama diinternalisasi dalam kelembagaan LPA NTB dalam menangani kasus anak. LPA NTB terus berupaya agar prinsip Restorative Justice ini tidak hanya difokuskan dalam hal anak yang berhadapan dengan hukum, tetapi juga pada orang dewasa. Melalui Program Pengambangan Restorative Justice yang didukung oleh Australia Indonesia Partnership for Justice two (AIPJ2) melalui The Asia Foundation (TAF),  hal ini  mulai dilakukan pada tahun 2020 untuk penguatan kapasitas terhadap Bale Mediasi di Kota Mataram  dan Majelis Krama Desa di Kabupaten Lombok Utara  berupa pembuatan buku Pedoman Pengembangan Restorative Justices, SOP Penyelesaian Sengketa, Lokakarya Pengembangan Restorative Justice, Pelatihan Manajemen Kasus dan Pembuatan Dokumentasi Video Praktik Baik. Selanjutnya dukungan yang dilakukan LPA NTB dalam hal penguatan Restorative Justice pada tahun 2021 terhadap Bale Mediasi di Kota Mataram  dan Majelis Krama Desa di Kabupaten Lombok Utara lebih ditekankan pada kesetaraan peran yaitu :

  1. Pengimplementasian Pedoman Restorative Justice yang sudah dibuat pada tahun 2020
  2. SOP Penyelesaian Sengketa
  3. Lokakarya Penguatan Perspektif Gender dalam Kelembagaan Bale Mediasi dan Majelis Krama Desa
  4. Pelatihan Manajemen Kasus dan Tindak Pidana Ringan dengan Prinsip Restorative Justice Berbasis Kesetaraan Peran
  5. Dokumentasi Praktik Baik berupa video
  6. Dokumentasi Penanganan Kasus
  7. Kebijakan Lokal berupa
  8. Petunjuk Pelaksanaan Penyelesaian Perkara Berbasis Restorative Justice Pada Majelis Krama Desa di Lombok Utara dan Bale Mediasi di Kota Mataram
  9. MoU Antara Bale Mediasi Kota Mataram dengan Pengadilan Agama Mataram Tentang Pelaksanaan Mediasi Perkara Perdata Di Luar Pengadilan Agama Mataram
  10. MoU antara Majelis Krama Desa dengan Kepolisian tentang pelaksanaan mediasi perkara di masyarakat berbasis Restorative Justice.

 

  1. Hasil dan Implikasi yang Dicapai

 

Hasil-hasil yang telah dicapai dari implementasi program ‘Penerapan Restorative Justice dalam Penyelesaian Sengketa Berbasis Masyarakat’ atas dukungan TAF – AIPJ2 tahun 2020 – 2021 adalah sebagai berikut:

  1. Telah tersusun dan dipublikasikan Pedoman Restorative Justice

Dampaknya adalah pengurus Bale Mediasi dan Majelis Krama Desa lebih memahami terkait penyelesaian kasus hukum di masyarakat dengan semangat rekonsiliasi dan restorasi. Pengurus Bale Mediasi dan Majelis Krama Desa gencar melakukan sosialisasi ke masyarakat terkait prinsip Restorative Justice sehingga setiap masyarakat yang memiliki permasalahan yang masuk dalam kategori tindak pidana ringan maupun perdata melaporkan kasusnya ke Bale Mediasi dan Majelis Krama Desa, tidak lagi langsung ke Kepolisian. MKD yang sering melakukan sosialisasi adalah MKD Sukadana, MKD Sokong, MKD Medana, MKD Pemenang Barat dan MKD Malaka. Sosialisasinya hanya melalui kegiatan pertemuan musyawarah perencanaan pembangunan desa (Musrenbangdes), kegiatan keagamaan atau pengajian di tingkat desa. Laporan 5 (lima) MKD tersebut tidak menyebutkan jumlah peserta yang mengikuti sosialisasi secara detail. Sepanjang tahun 2020 – 2021 sudah ada 281 kasus baik perdata maupun tindak pidana ringan yang masuk (yang dilaporkan) ke 33 MKD dan 3 Bale Mediasi. Artinya dari total 33 MKD dan 3 Bale Mediasi Kelurahan, masing-masing menerima 6  hingga – 12 laporan kasus per tahun. Data kasus tersebut di atas adalah data kasus secara keseluruhan yang terlapor kepada MKD dan Bale Mediasi seperti kasus percecokan rumah tangga (45 kasus), perceraian (37 kasus), KDRT (30 kasus), sengketa lahan (38 kasus), pembagian hak waris (31), masalah perkawinan anak (27 kasus), pencurian berat dan ringan (28 kasus), kasus sara (1 kasus), penganiayaan dan perkelahian (19 kasus) narkoba (2 kasus) lain-lain (23 kasus). Namun tidak semua kasus yang dilaporkan ditangani oleh MKD dan Bale Mediasi karena beberapa alasan, misalnya; kasus dengan tindak pidana berat, KDRT, kasus kekerasan seksual dan isu sara yang melibatkan antar kecamatan.

 

 

 

 

 

Data kasus Tipiring dan Perdata yang ditangani oleh MKD di Lombok Utara dan Bale Mediasi Kelurahan di Kota Mataram,  Periode April – November 2021 (dari 281 kasus terlaporkan)

NO. LEMBAGA MASYARAKAT JUMLAH KASUS PERDATA JUMLAH KASUS TINDAK PIDANA RINGAN
1 33 Majelis Krama Desa (MKD) 109 5
2 Bale Mediasi Kelurahan Cakranegara Utara Kota Mataram 14 10
3 Bale Mediasi Kelurahan Karang Taliwang Kota Mataram 7 2
4 Bale Mediasi Kelurahan Mataram Timur Kota Mataram 9 0
TOTAL 139 17

Sumber Data: Forum MKD KLU dan Bale Mediasi Kelurahan, tahun 2021

 

Berdasarkan tabel di atas, umumnya jenis kasus perdata yang ditangani oleh MKD dan Bale Mediasi adalah sengketa tanah, hak waris, percecokan rumah tangga, perceraian dan  perkawinan anak. Sedangkan umumnya kasus tindak pidana ringan yang ditangani oleh Bale Mediasi Kelurahan adalah kesalahpahaman, penganiayaan / pemukulan dan pencurian, dan MKD KLU umumnya menangani jenis kasus KDRT ringan, isu sara, pencurian dan asusila.

 

Sebagian besar MKD KLU sudah melakukan sosialisasi Pedoman Restorative Justice ke tingkat masyarakat, namun belum melakukan sosialisasi kepada institusi dan pemerintah daerah secara lebih luas. Sehingga yang memahami Pedoman tersebut hanya Bagian Hukum Setda KLU dan Bagian Pemerintahan Desa di Dinas P2KBPMD Kabupaten Lombok Utara.

Demikian pula sosialisasi Pedoman Restorative Justice di Bale Media, hanya dilakukan di beberapa Bale Media Kelurahan seperti Kelurahan Cakranegara Utara, Karang Taliwang dan Mataram Timur. Sedangkan untuk pemerintah daerah sementara ini hanya disosialisasikan pada Kecamatan Cakranegara, Kecamatan Ampenan dan Kecamatan Mataram serta Dinas / Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Mataram.

 

  1. Telah tersusun SOP Penyelesaian Sengketa

Pengurus Bale Mediasi dan Majelis Krama Desa  memiliki pemahaman  terkait mekanisme atau alur penyelesaian sengketa secara sistematis. Sehingga setiap penyelesaian kasus, Bale Mediasi dan Majelis Krama Desa memiliki acuan yang jelas, dan masyarakat yang melaporkan permasalahannya ke Bale Mediasi atau Majelis Krama Desa pun mengetahui dengan jelas mengenai tata cara pelaporan kasus. Adapun MKD dan Bale Mediasi Kelurahan yang melaporkan telah mengimplementasikan SOP Penyelesaian Sengketa berbasis Restorative Justice adalah MKD Gondang, MKD Sokong, MKD Tanjung, MKD Pemenang Barat dan MKD Malaka, Bale Mediasi Kelurahan Cakranegara Utara, Bale Mediasi Karang Taliwang dan Bale Mediasi Mataram Timur. Kasus tindak pidana ringan yang telah ditangani dari periode Pebruari – Desember 2021 oleh 5 MKD KLU sebanyak 5 kasus dan 3 Bale Mediasi Kelurahan di Kota Mataram sebanyak 17 kasus.

Salah satu contoh kasus yang ditangani adalah kasus pemukulan/penganiayaan yang terjadi di Kelurahan Cakranegara Utara dan ditanganai oleh Bale Mediasi Cakranegra Utara.

  1. Telah mengalami peningkatan pelibatan perempuan dalam kelembagaan Bale Mediasi di Kota Mataram dan Majelis Krama Desa di KLU. Hal ini terjadi setelah intervensi program Pengembangan Restorative Justice LPA NTB atas Dukungan TAF – AIPJ2 melalui pelaksanaan  Lokakarya Penguatan Perspektif Gender dalam Kelembagaan Bale Mediasi dan Majelis Krama Desa. Sehingga  angka partisipatif perempuan menjadi meningkat. Awalnya dalam setiap kegiatan hanya ada satu atau dua orang perempuan yang terlibat, tetapi kini meningkat pesat menjadi lima hingga enam orang setiap kegiatan.

 

 

Data di atas menunjukkan angka partisipatif perempuan tidak hanya meningkat dalam setiap kegiatan, tetapi juga meningkat dalam kelembagaan Bale Mediasi dan Majelis Krama Desa. Khususnya dalam kelembagaan Majelis Krama Desa tercatat pada tahun 2019 hingga 2020 dari 33 MKD hanya ada  12 perempuan anggota MKD, artinya setiap MKD memiliki satu kepengurusan perempuan, bahkan tidak ada sama sekali. Namun pada tahun 2021 kini terdapat minimal 2 anggota kepengurusan perempuan di 33 MKD, artinya disetiap MKD  memiliki minimal 2 perempuan anggota MKD. Pun demikian keterlibatan perempuan dalam menangani kasus atau pendampingan pelaku maupun korban menjadi meningkat di setiap desa.

 

Sementara itu di Bale Mediasi, khususnya Bale Mediasi kelurahan Cakranegara Utara, sudah melibatkan kader desa dan Konselor sebagai keterwakilan perempuan. Hal ini terbukti pada keterwakilan perempuan dalam proses penyelesaian sengketa yang berada di Bale Mediasi Kelurahan Cakranegara Utara dan Kelurahan Karang Taliwang Kota Mataram.

 

Hal ini juga  didukung atau diperkuat dengan  tersusunnya kebijakan lokal internal, yaitu :

  1. Petunjuk Pelaksanaan Penyelesaian Perkara Berbasis Restorative Justice Pada Majelis Krama Desa Malaka
  2. Petunjuk Pelaksanaan Penyelesaian Perkara Berbasis Restorative Justice Pada Bale Mediasi Kelurahan Cakranegara Utara
  3. Petunjuk Pelaksanaan Penyelesaian Perkara Berbasis Restorative Justice Pada Bale Mediasi Karang Taliwang
  4. MoU Antara Bale Mediasi Kota Mataram dengan Pengadilan Agama Mataram Tentang Pelaksanaan Mediasi Perkara Perdata di luar Pengadilan Agama Mataram

 

  1. Adapun pihak lain yang terlibat dalam Penguatan Bale Mediasi Kelurahan dan Kecamatan adalah berasal dari unsur Karang Taruna. Adanya kelompok Karang Taruna di Kelurahan Cakranegara Utara memberikan kontribusi besar bagi Kelurahan Cakranegara Utara mengingat Karang Taruna memiliki aksi nyata berupa sosialisasi terus menerus untuk menurunkan angka penyalahgunaan narkotika di Kelurahan Cakranegara Utara. Hal ini dilakukan dengan kerjasama perangkat kelurahan, Babinmaspol, Babinsa, dan BNN Kota Mataram. Karang Taruna mengajak masyarakat Kelurahan Cakranegara untuk menyelesaikan permasalahannya berupa kasus tindak pidana ringan dan perkara perdata melalui Bale Mediasi Kelurahan Cakranegara Utara dengan menekankan pada prinsip keadilan restorative. Hal ini dilakukan karena kebanyakan masyarakat Kelurahan Cakranegara Utara melaporkan kasus tipiring langsung ke Kepolisian, padahal kasus tersebut dapat diselesaikan terlebih dahulu melalui Bale Mediasi Kelurahan. Sosialisasi Karang Taruna secara terus menerus dengan sistem door to door maupun diskusi formal ternyata membuahkan hasil, masyarakat pun semakin percaya untuk menyelesaikan kasusnya pada tingkat kelurahan saja. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah kasus yang ditangani oleh Bale Mediasi Kelurahan Cakranegara Utara di Kota Mataram dari tahun 2019 hingga 2021

 

Data di atas menunjukan peningkatan yang signifikan pada tahun 2021, dari 9 kasus tahun 2020 menjadi 17 kasus pada tahun 2021 yang ditangani oleh Bale Mediasi Kelurahan Cakranegara Utara Kota Mataram. Oleh karena itu peran Karang Taruna menjadi penting di wilayah Kelurahan Cakranegara Utara.

 

Selain itu yang terlibat ada dari keterwakilan kaum muda, yaitu keterlibatan pemuda pada proses penyelesaian sengketa melalui pendekatan Keadilan Restorative  yang dilakukan di desa Malaka KLU. Adapun yang melatarbelakangi pemuda Malaka untuk mengambil peran aktif di Malaka yaitu karena pada tahun 2019 di Malaka pernah ada kasus pembiaran ternak merusak tanaman pepaya warga desa. Kasus tersebut, di mana pemilik ternak melepaskan 3 ternak sapinya berkeliaran hingga memasuki kebun pepaya milik salah satu warga kemudian merusaknya, sehingga menyebabkan kerugian bagi korban. Tetapi pemilik ternak selalu berdalih bahwa ia tidak bersalah, yang salah itu sapinya. Bagimana mungkin menyalahkan seekor sapi, akhirnya para pihak pun sepakat untuk berdamai dengan kesepakatan bahwa pemilik ternak tetap harus membayar ganti kerugian sebesar Rp. 3.000.000. Karena kasus tersebutlah pemuda Malaka bergabung untuk mensosialisakan kepada masyarakat Desa Malaka untuk menyadari agar pentingnya memperhatikan hewan ternak masing-masing seperti sapi atau kambing agar tidak masuk di lokasi rumah, perkebunan, ataupun pembibitan milik warga. Jika ada salah seorang warga yang keberatan karena hewan ternak orang lain masuk dan merusak tanaman di pekarangannya maka dapat dituntut ganti kerugian. Dengan adanya sosialisasi dari pemuda Desa Malaka, kini masyarakat Desa Malaka yang memiliki ternak juga tidak lagi lalai untuk memantau hewan ternak miliknya demi menjaga ketertiban umum. Hal tersebut jugalah yang melatarbelakangi mengapa pemuda Desa Malaka banyak ditempatkan pada posisi kepengurusan dalam kelembagaan MKD Malaka.

 

  1. Adanya respon yang sangat positif dari unsur pemerintah daerah baik dari Wali Kota Mataram maupun pemerintah daerah KLU. Walikota Mataram telah memerintahkan seluruh Camat di Kota Mataram untuk membentuk Bale Mediasi tingjat kecamatan melalui Kantor Badan Kesatuan Bangsa Politik Kota Mataram dengan memperhatikan penyelesaian sengketa masyarakat melalui proses Restorative Justice. Setelah terjadi pembentukan Bale Mediasi di tiga kecamatan yaitu Kecamatan Cakranegara, Kecamatan Ampenan, dan Kecamatan Sandubaya dengan jumlah Bale Mediasi Kelurahan sebanyak 5 Bale Mediasi Kelurahan, di mana 3 Bale Mediasi Kelurahan yang sudah aktif  dan 2 Bale Mediasi Kelurahan yang belum aktif alias baru terbentuk, yaitu Kelurahan Monjok dan Kelurahan Tanjung Karang. Hal ini juga didukung dengan adanya penganggaran di tingkat kecamatan.

Pemerintah Kabaupaten Lombok Utara mendapat dukungan penuh dari pemerintah desa terutama penganggaran operasionalnya yang dilakukan melalui dana desa. Tidak ada data yang diperoleh dari dokumen RKPDes, namun berdasarkan pengakuan sejumlah MKD dan Ketua Forum MKD Kabupaten Lombok Utara bahwa dukungan penganggaran MKD dari masing-masing pemerintah desa sebesar Rp 10.000.000,-  hingga Rp 40.000.000,- per MKD. Sedangkan pemerintah daerah melalui Dinas Keluarga Berencana  Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (DKBPMPD) mendukung dari dana pembinaan, serta melalui Bagian hukum yaitu pelatihan sebagai mediator secara bertahap.

 

  1. Telah tersusun draf final MoU antara Forum MKD KLU dengan Kepolisian Resort Lombok Utara tentang Kerjasama Penanganan Perkara Pidana dengan Pendekatan Restorative Justice

 

Meskipun draft final MoU tersebut belum ditandatangani, namun pada saat proses-proses penyusunan draft MoU dilakukan, menghasilkan persepsi yang sama antara Forum MKD dengan Kepolisian KLU terkait model penanganan perkara tindak pidana ringan berbasis Restorative Justice. Kepolisian KLU berkomitmen untuk selalu bersinergi dengan Forum MKD dalam penyelesaian sengketa di masyarakat. Demikian pula Forum MKD KLU menempatkan posisi sebagai kelompok masyarakat adat yang selalu berkoordinasi dengan Kepolisian KLU. Misalnya kasus penyelesaian sengketa isu sara yang melibatkan banyak stakeholders, di mana Forum MKD adalah salah satu stakeholder utama yang diundang dan memiliki peran strategis. MKD KLU di tingkat desa pun ketika ada penyelesaian sengketa di masyarakat selalu berkoordinasi dan melibatkan Babhinsa dan Babhinkamtibmas.

 

  1. Telah ditandatangani MoU antara Bale Mediasi Kota Mataram dengan Pengadilan Agama Mataram tentang Pelaksanaan Mediasi Perkara Di Luar Pengadilan Agama Mataram

 

Adanya kesepahaman bersama tentang penyelesaian sengketa di luar pengadilan agama sebagai bentuk pengakuan institusi APH (Pengadilan Agama) terkait keberadaan Bale Mediasi Kota Mataram. Meskipun MoU ini tidak berhubungan langsung dengan penerapan restorative justice, tetapi MoU ini memperkuat fungsi Bale Mediasi Kota Mataram sebagai mediator.

 

  1. Telah terdokumentasinya video praktik baik Penguatan Restorative Justice di Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Utara

 

Video praktik baik ini merupakan dokumen penting bagi LPA NTB sebagai metode pembelajaran yang efektif untuk pemangku kepentingan dan masyarakat dalam melaksanakan program penerapan restorative justice di wilayah lain dengan skala yang lebih luas. Selain itu dokumen video praktik baik ini juga dapat digunakan sebagai media sosialisasi kerja-kerja LPA NTB sebagai mitra pembangunan daerah dalam hal pengembangan restorative justice. Bentuk sosialisasinya melalui youtube LPA NTB dan pemaparan pada saat kegiatan-kegiatan terkait selanjutnya.

 

  1. Pembelajaran

 

  1. Pembelajaran dalam Program

 

  • Pandemi Covid-19 merupakan salah satu tantangan LPA NTB dalam menjalankan program. Namun tantangan tersebut justru menjadi sebuah pembelajaran. Adapun pembelajaran yang didapat adalah LPA NTB yang awalnya terbiasa melakukan pertemuan langsung secara tatap muka, akhirnya beralih melakukan pertemuan efektif secara daring atau online Terlebih hal tersebut harus diterapkan pada pertemuan yang dilaksanakan dengan anggota Majelis Krama Desa Kabupaten Lombok Utara yang masih sangat kesulitan bahkan tidak mengerti cara menggunakan aplikasi zoom meeting, terhambat karena jaringan di desa yang lemah karena termasuk daerah pelosok, dan anggotanya yang kebanyakan tidak menggunakan handphone berbasis android atau ios, sehingga kesulitan untuk mengakses internet.
  • Pandemi Covid-19 juga membuat pengesahan MoU antara Bale Mediasi Kota Mataram bersama Pengadilan Agama dan pengadilan Negeri Kota Mataram menjadi melambat. Sedangkan MoU antara MKD dengan Kepolisian Lombok Utara sampai saat ini masih berupa draf final. Karena saat berencana melakukan pembahasan MoU dengan Kepolisian, Bagian Hukum Polres KLU sangat sulit untuk ditemui, karena Kepolisian tengah gencar dengan program vaksinasi yang harus memenuhi target.
  • Pembelajaran selanjutnya yaitu pentingnya keterwakilan perempuan pada Bale Mediasi dan MKD menjadi lebih meningkat dan terarah, karena seluruh pihak akhirnya menyadari bahwa keterwakilan perempuan sangat penting mengingat hal tersebut memang menjadi kebijakan nasional, serta kebutuhan masyarakat ketika menangani kasus yang melibatkan perempuan sebagai pelapor, pelaku, saksi atau korban.
  • Keterlibatan banyak pihak dengan memperhatikan kearifan lokal dalam program Penerapan Restorative Justice dalam Penyelesaian Sengketa Berbasis Masyarakat ini ternyata memudahkan dan mendukung pencapaian tujuan-tujuan program khususnya penanganan kasus di desa dan kelurahan. Contoh pelibatan MKD sebagai keterwakilan lembaga adat, Bale Mediasi sebagai keterwakilan multi stakeholders terkait penyelesaian sengketa, karang taruna sebagai keterwakilan kaum muda, kader / konselor desa sebagai keterwakilan perempuan / tokoh perempuan desa, Babinsa dan Babinkamtibmas sebagai keterwakilan APH, dan lain-lain.

 

  1. Pembelajaran untuk Keorganisasian Mitra

 

  • Program pengembangan model penyelesaian sengketa berbasis Restorative Justice berdampak positif bagi LPA NTB, karena kapasitas secara kelembagaan dan staf menjadi lebih meningkat dan lebih luas. Dahulu  sejak tahun 2010, LPA NTB mengenal model Restorative Justice hanya dikembangkan pada kasus anak ABH dan saat ini sejak program Penerapan Restorative Justice dalam Penyelesaian Sengketa Berbasis Masyarakat melalui TAF – AIPJ2 mulai mengembangan Restorative Justice pada penyelesaian sengketa Tindak Pidana Ringan pada orang dewasa.
  • Praktik baik dan legecy dari program TAF – AIPJ2 ini menjadi sebuah kebanggaan / branding LPA NTB yang akan terus dikembangkan melalui program lain yang serupa  di NTB.
  • Program ini juga menguatkan kapasitas LPA NTB juga dalam pengarusutamaan GEDSI dalam setiap programnya.

 

  1. Pengarusutamaan GEDSI

 

Pengarusutamaan GEDSI di NTB masih belum kuat dan tidak banyak menyentuh masyarakat desa. Hal ini terbukti keterlibatan perempuan sangat minim pada lembaga-lembaga kemasyarakat di tingkat kabupaten / kota dan desa / kelurahan seperti Bale Mediasi di Kota Mataram dan Majelis Krama Desa di KLU.  Hal ini disebabkan faham dan sistem patriarki di masyarakat yang masih kuat di mana laki-laki masih mendominasi peran kepemimpinan.  Di awal program Penerapan Restorative Justice dalam Penyelesaian Sengketa Berbasis Masyarakat  (TAF – AIPJ2) tahun 2020 secara kelembagaan MKD di Lombok Utara hampir tidak melibatkan perempuan dalam kepengurusan MKD. Melihat dari struktur kepengurusan MKD di 33 desa di Lombok Utara, hanya 5 desa, yaitu Desa Sukadana, Gondang, Rempek, Medana dan Desa Sokong yang melibatkan masing-masing satu perempuan dari kurang lebih 7 hingga 9 orang anggota MKD.  Hal ini sejalan dengan penanganan kasus atau penyelesaian sengketa di masyarakat oleh MKD, di dalam prosesnya tidak melibatkan perempuan.

 

Kondisi saat ini, setelah intervensi program Pengambangan Restorative Justice  dari TAF – AIPJ2, MKD dan Bale Mediasi mengalami perubahan mindset yang sangat baik  terhadap keterlibatan dan keterwakilan perempuan dalam kelembagaan serta proses penanganan dan penyelesaian sengketa di masyarakat. Hal ini terjadi setelah dilakukan beberapa kegiatan yang mengarah pada prespektif gender, antara lain:

  1. Tersusunnya kebijakan lokal tentang juklak-juknis yang responsive gender
  2. Pelatihan managemen kasus berbasis gender yang diikuti oleh 13 orang anggota MKD

 

Dalam kelembagaan MKD saat ini sudah terdapat minimal 2 perempuan sebagai keterwakilan kader desa atau konselor desa. Sedangkan di tingkat Bale Mediasi Kelurahan Cakranegara Utara dan Kelurahan Karang Taliwang memiliki 3 perempuan sebagai keterwakilan tokoh perempuan dan kader kelurahan. Terkait penanganan kasus atau dalam proses penyelesaian sengketa di masyarakat secara umum sudah melibatkan perempuan, seperti di Kelurahan Cakranegara Utara dan Kelurahan Karang Taliwang kota Mataram. Pun demikian di setiap penanganan kasus yang terdapat di lebih dari 5 Majelis Krama Desa di KLU yang melaporkan adanya keterlitan perempuan, seperti Desa Pemenang Barat, desa Medana, Desa Sokong, Desa Sukadana, Desa Rempek dan Desa Senaru.

 

Kemajuan yang signifikan ini adalah merupakan momentum yang tepat untuk terus dilakukan pendampingan terhadap MKD dan Bale  Mediasi terkait penguatan pengarusutamaan GEDSI tersebut.

 

  1. Keberlanjutan dan Rekomendasi

 

  1. Bale Mediasi Kota Mataram yang terbentuk melalui Peraturan Walikota Nomor 40 tahun 2019 memiliki penganggaran khusus dari pemerintah Kota Mataram. Penganggaran yang dialokasikan oleh pemerintah Kota mataram sebesar Rp 50.000.000,- untuk kegiatan rapat-rapat, Alat Tulis Kantor (ATK) serta kegiatan sosialisasi keberadaan Bale Mediasi Kota Mataram. Namun belum cukup kuat untuk menjangkau penanganan kasus di seluruh Kota Mataram, karena anggaran tersebut tidak dapat diakses oleh Bale Mediasi tingkat Kecamatan dan kelurahan. Padahal selama ini sebagian besar masyarakat langsung melaporkan kepada pemerintah Kelurahan atau Bale Mediasi Kelurahan (bagi yang memiliki Bale Mediasi Kelurahan) dan dilakukan penyelesaiannya di tingkat kelurahan.

 

Sebagai bentuk dan jaminan keberlanjutan program pengembangan Restorative Justice ini adalah menguatnya kapasitas anggotan Bale Mediasi kelurahan untuk penanganan kasus berbasis Restorative Justice.  Hasil audiensi LPA NTB dan Bale Mediasi Kota Mataram dengan Walikota Mataram berlanjut / berimbas pada surat perintah Walikota Mataram untuk pembentukan Bale Mediasi tingkat Kecamatan di seluruh Kota Mataram.  Hal ini tentu memperkuat keberlanjutan program, kegiatan penyelesaian sengketa yang ada di Bale Mediasi kelurahan akan dipantau oleh Bale Mediasi Kecamatan,  seperti Kelurahan Cakranegara Utara, Kelurahan Karang Taliwang dan Kelurahan Mataram Timur.

 

  1. Dukungan keberlanjutan pun diperkuat dengan adanya MoU antara Bale Mediasi Kota Mataram dengan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama Kota Mataram.

 

  1. Keberadaan MKD semakin kuat dengan adanya Peraturan Bupati Lombok Utara Nomor 20 Tahun 2017 tentang Pedoman MKD dan dibentuk berdasarkan Perdes masing-masing desa. Sehingga biaya operasional MKD (biaya penanganan kasus) dianggarkan dalam APB Desa setiap tahunnya. Hal ini juga diperkuat  dengan adanya SOP penyelesaian sengketa berbasis Restorative Justice yang dibuat pada tahun 2020.

 

  1. Jaminan keberlanjutan lainnya adalah adanya dukungan pembinaan Pemerintah Daerah melalui Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Masyarakat Desa (DP2KBPMD) serta anggaran untuk biaya pelatihan mediator bersertifikat dari Bagian Hukum (melalui program Mediator bersertifakat dari Mahkamah Agung). Untuk 2021 terdapat 5 orang dari unsur MKD yang telah dilatih sebagai mediator bersertifikat, sehingga setidaknya ada 5 MKD yang memiliki anggota sebagai Mediator bersertifikat yang berdampak pada keputusan yang dikeluarkan oleh MKD menjadi lebih kuat, dan tak jarang menjadi rekomendasi Pengadilan dalam memutus suatu perkara.

 

  1. LPA NTB akan melanjutkan dan mengembangkan program Restorative Justice ini secara integral dengan program kemitraan UNICEF – LPA NTB pada tahun 2022 khususnya dalam hal penanganan rehabilitasi dan reintegrasi sosial ABH.

 

 

Rekomendasi

 

  1. Program Penerapan Restorative Justice dalam Penyelesaian Sengketa Berbasis Masyarakat dengan hasil yang dicapai merupakan awal yang baik sebagai sebuah momentum pengembangan program yang mendukung akselerasi penerapan Restorative Justice dengan lebih luas keterjangkauannya dan penajaman isu strategis yang terintegrasi dengan model pengembangan Restorative Justice.
  2. LPA NTB sangat perlu dukungan TAF – AIPJ2 untuk mendukung perluasan dan penajaman program di tahun 2022 untuk mendukung program prioritas nasional seperti percepatan  implementasi undang-undang SPPA serta Peraturan POLRI terkait Restorative Justice serta akan adanya peta jalan keadilan restoratif (Restorative Justice Roadmap).

 

  1. Dokumen Hasil Pendukung

 

Dokumen hasil pendukung terlampir sebagai berikut: link video praktik baik “Penguatan Restorative Justice di Kabupaten Lombok Utara dan Kota Mataram”.

https://youtu.be/rGhW6zk7CIc

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *