Sambangi Bappeda NTB, Ini 15 Desa Sasaran LPA Tekan Perkawinan Anak

Pengurus LPA NTB ketika menyambangi Bidang P2M Bappeda NTB

Ketua LPA NTB,H.Sahan SH bersama jajaran pengurus lain menyambangi Kabid P2M (Pemerintahan dan Pembangunan Manusia) Bappeda NTB, Huailid, M.Si, Senin (15/1). Silaturrahim itu serangkaian rencana pendampingan program BERANI II di 15 desa di Kabupaten Lombok Timur, Lombok Tengah dan Lombok Utara.

Pertemuan itu dinilai penting dalam rangka koordinasi mengingat NTB menempati posisi puncak kasus perkawinan anak yang mesti segera diatasi. Ekstrimnya, dampak perkawinan anak berbanding lurus dengan stunting dan permasalahan sosial lain.

Ketua LPA NTB, H. Sahan, mengatakan program BERANI II (Hak kesehatan seksual dan reproduksi yang lebih baik untuk semua) akan berlangsung di Desa Bayan, Senaru, Sokong, Sigar Penjalin dan Samaguna (KLU), Desa Lendang Nangka, Lendang Nangka Utara, Paok Motong, Jurit dan Aik Dewa (Lotim), dan Desa Selebung, Tanak Beak, Aik Bukak, Teruwai, dan Bangket Parak (Loteng).

Pendampingan LPA di NTB merupakan bagian dari program besar penghapusan kekerasan perempuan berbasis gender. Khusus di NTB fokus pada pencegahan perkawinan anak. Pasalnya, sementara ini Provinsi NTB menempati posisi tertinggi di Indonesia dan jauh di atas nasional, yakni mencapai 16,23.

“Hal ini merupakan program akselerasi penurunan perkawinan anak. Hal serupa selai dilakukan LPA juga dilakukan beberapa lembaga dalam pencegahan perkawinan anak,” tambah Sekrataris LPA NTB, Sukran Hasan.

Kabid P2M Bappeda NTB, Huailid, M.Si, mengaku terkejut dengan posisi NTB yang memuncaki kasus perkawinan anak. Namun, Huailid memaparkan praktik baik di Desa Lembar dengan adanya Satgas Pencegahan Perkawinan Anak mampu membendung kasus serupa.

Menurut Huailid, pemerintah sudah banyak berbuat dengan menerbitkan Perda, Pergub hingga Perdes. Ia tidak menampik penggunaan teknologi digital di lingkungan anak-anak memberi pengaruh signifikan.

“Tak mungkin handphone dibuka hanya untuk pembelajaran,” cetus Huailid yang sementara ini mengaku kesulitan meminta data perkawinan anak.

Salah satu yang menjadi persoalan adalah kecenderungan regulsi tingkat desa seperti Perdes yang jarang disosialisasikan. Karena itu, ia berharap regulasi yang sudah dilahirkan harus diperkuat dengan sosialisasi oleh aparat desa.ian

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *