Pj Ketua PKK NTB Antusias Kolaborasi Cegah Perkawinan Anak

Jajaran PKK NTB bersama pengurus LPA NTB

Hj.Lale Prayitni Gita Ariadi, sangat antusias melakukan kolaborasi dalam pencegahan perkawinan anak. Menerima silaturrahim LPA NTB, Kamis (18/1), secara kritis Pj.Ketua Tim Penggerak PKK NTB, itu mengharapkan program ini menjadi gerakan bersama baik dari aspek pencegahan maupun pemberdayaan.

Dalam pengantarnya Ketua LPA NTB, H.Sahan SH, yang didampingi sejumlah pengurus, memaparkan pendekatan program lintas sektor dalam program BERANI II khususnya pencegahan perkawinan anak. Mengingat dampaknya yang luas — salah satunya stunting — diperlukan kerjasama multipihak termasuk dengan PKK. Pasalnya, tidak sedikit program kedua belah pihak bisa dikaitkan satu sama lain.

“Perkawinan anak di NTB tertinggi di Indonesia yang bisa memengaruhi pembangunan SDM. Beberapa regulasi sudah diterbitkan namun masih saja terjadi sehingga perlu penguatan di berbagai lini untuk menekan kasus ini,” kata Sahan.

Pj.Ketua PKK NTB, Hj. Lale Prayitni didampingi Waket 1 dan Kepala DP3AP2KN NTB, menyambut baik langkah tersebut karena penanganan perkawinan anak tidak bisa dilakukan sendiri. Ia pun sangat antusias bahkan berkeinginan bertemu dengan pihak Unicef.

“Harus kolaborasi dan tidak bisa berjalan sendiri. Harus gotong royong dalam menuntaskan perkawinan anak,” ujarnya seraya menyebut Lombok Tengah, KLU dan Lombok Timur menjadi kantong pernikahan anak dan kantong stunting. “Untuk melihat mereka mesti sentuh dari masalah,” cetusnya.

Lalu Prayitni yang lebih akrab dipanggil Bunda Lale itu menilai persoalan perkawinan anak tidak lepas dari perilaku. Ia menyebut ada orangtua yang memilih didenda ketimbang tidak menikahkan anaknya. Untuk orang tahu jawabannya, kata dia, mesti tahu dulu masalahnya seperti dokter yang bisa mendiagnosa penyakit dan memberikan obatnya.

Bunda Lale mengatakan perlu membuat tahapan-tahapan mulai dari pencegahan, pembinaan dan pemberdayaan. Dikbud NTB misalnya, punya sekolah terbuka untuk menampung anak anak yang sudah menikah. Karena itu Bunda Lale mendukung program OPD yang bersentuhan dengan masalah tersebut sehingga program bisa mengarah ke 15 desa yang menjadi sasaran BERANI II.

“Waktu covid bisa bergerak bersama, mengapa sekarang tidak? Mudahan OPD punya program yang sama. Kalau bisa diarahkan ke desa sasaran,” tegasnya.

Menurutnya, dampak terbanyak perkawinan anak adalah dari aspek kesehatan. Namun hal terpenting yakni melakukan pencegahan. Sedangkan yang sudah terlanjur perlu diperhatikan. Misal pemberdayaan untuk remaja yang bisa menggandeng instansi terkait seperti perindustrian dan perdagangan. ds

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *