Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTB menggelar Training of Trainiers (TOT) Safeguarding Child Protection, Sabtu (27/4). Konsultan Unicef, Suratman, membahas perlindungan anak dari berbagai sisi.
Acara bertujuan memberi pembekalan kepada staf dan relawan sebelum terjun ke lapangan terutama yang akan memberikan pencerahan kepada para guru. Tiga hal yang diuraikan masing-masing panduan perilaku bagi pekerja anak, etika media dan komunikasi serta lembaga pendidikan yang aman bagi anak.
Suratman mengiraikan panduan prilaku bagi pekerja perlindungan anak yang harus menghormati harkat martabat anak tanpa memandang ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, etnis, tingkat pendidikan, disabilitas, status sosial atau status lainnya.
Pun memastikan keamanan anak selama berkegiatan dan mengurangi potensi risiko yang mungkin terjadi serta selalu berada di tempat yang dapat terlihat pada saat berkegiatan dengan anak-anak.
Suratman juga memaparkan etika dan media komunikasi dalam publikasi tentang anak. Tidak setiap momentum terkait anak bisa dipublikasikan karena harus mempertimbangkan koridor etika selain meminta persetuuan orangtua yang bersangkutan.
Ia menyebut anak yang dalam kondisi sedih. Kendati anak itu seorang pemulung, situasi kesedihan tidak bisa dipublikasikan begitu saja dalam kaidah etika tadi. Selain itu, anak korban kekerasan seksual pun mesti disamarkan identitasnya, baik nama maupun lingkungan tempat tinggalnya untuk melindungi anak tersebut.
Namun ia tidak menampik banyak media sosial yang membeberkan situasi yang sebenarnya melanggar etika tentang anak. Sementara yang bisa dibenarkan dalam etika adalah mempublikasikan anak-anak yang memberi motivasi seperti disabilitas yang tengah berlomba meraih kemenangan serta kelebihan lain anak yang mampu menjadi penyemangat diri dan masyarakat.
Terkait lembaga pendidikan, Suratman memaparkan sekolah yang aman bagi anak. Selama ini, santer terjadi pelecehan seksual terhadap anak di sekolah maupun pesantren. Bahkan tidak jarang perilaku itu dilakukan guru maupun pimpinan pesentren.
“Suatu sekolah yang berkomitmen untuk melindungi anak dari segala bentuk kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan perlakuan salah yang terwujud dalam nilai dan budaya sekolah dan disebarluaskan kepada semua orang yang terkait dengan sekolah,” urainya tentang sekolah yang aman bagi anak.
Kata dia, sekolah aman bagi anak untuk menghindari dampak buruk yang mungkin timbul terhadap anak, keluarga dan sekolah sebagai akibat adanya kekerasan dan eksploitasi. Selain itu, memenuhi tanggung jawab moral dan legal sekolah terhadap anak yang dilayani.
Untuk mencapai tujuan itu, kata dia, sekolah harus melakukan asesmen/penilaian risiko perlindungan anak dan mitigasi, mengembangkan kebijakan perlindungan anak, mendorong dan mempromosikan partisipasi anak, dan mempromosikan disiplin positif.ian