Konflik orangtua dengan anak sering disebabkan orangtua tidak memahami karakteristik masa remaja. Karena itu, fase ini perlu dikenali dan difahami untuk difasilitasi agar proses pembentukan identitas diri anak tercapai.
Hal itu mengemuka dalam TOT Pencegahan Perkawinan Anak serangkaian Program Berani II di Suranadi, Sabtu (18/5). Hadir memberi pembekalan kepada para fasilitator desa, konsultan Unicef, Suratman.
Beberapa topik yang dibahas dan menjadi bekal fasilitator seperti pencegahan perkawinan anak, mendeteksi kekerasan pada anak, perkembangan masa remaja, pengasuhan positif, komunikasi efektif, pencegahan kekerasan seksual, dan kenali kemarahan.
Menurut Suratman, masa remaja merupakan proses membentuk identitas diri. Pada fase ini seseorang dikenali dengan ciri seperti optimis, pekerja keras, rajin, dan lain lain. Sehingga, sikap dan prilakunya akan mencerminkan tahapan itu. Para remaja mengeksplorasi dan mencoba banyak hal dalam hidupnya.
Hal itu disebabkan anak sedang mencari dan mengembangkan identitas dirinya. Jika mampu dilewati dengan baik akan jadi landasan memasuki usia dewasa. “Tapi kalau tidak mampu kembangkan identitas dirinya maka akan menjadi orang dewasa yang tidak kuat, ” kata Suratman.
Tahapan perkembangan remaja yang tidak terfasilitasi secara psikologi akan muncul pada periode dewasa awal. Karena, hal itu tidak terpenuhi di fase remaja.
“Ciri lain masa remaja adalah bertanya segala macam hal untuk menunjukkan sesuatu — yang bisa jadi — sebagai ekspresi ketidaksetujuannya. Entah pada orangtua, guru atau yang lain. Kesannya seperti menantang otoritas orang dewasa, ” paparnya.
Dalam kaitan itu pula remaja sedang menunjukkan bahwa dia kompeten dan ingin dianggap penting.
“Sebenarnya dia ingin dianggap independen tapi di sisi lain merasa belum cukup mampu. Dia berada pada fase keseimbangan antara kebimbangan pada orangtua dan independensi. Karena dia berada pada masa transisi., ” cetusnya.
Pada masa ini anak banyak mengeksplorasi diri dengan teman sebaya sehingga waktu di rumah menjadi sedikit. Hal ini termasuk mengeksplorasi hal yang berhubungan dengan seksualitas. “Sehingga penting ortu memahami hal ini agar tidak mencari informasi dari sumber yang tak valid, ” kata Suratman.
Karakter lain masa remaja adalah individualis dan asyik dengan dirinya sendiri. Dia mengikuti kata hatinya dan suntuk dengan dunianya.
Suratman mengemukakan hal yang harus dilakukan orang tua adalah menjaga anak agar aman dan terlindungi. Pun mendorong dan membantu anak agar punya rasa tanggung jawab.
“Kalau berhasil dilakukan, ia akan bertanggung jawab atas konsekuensi tindakan yang dilakukan,” cetusnya.
Para orangtua diharap membantu mereka untuk mampu dan mendukung mengembangkan kemampuannya. Ketika dia punya kemampuan, kata Suratman, maka akan membantunya dalam mengambil keputusan. Caranya dengan memberi informasi valid sesuai yang dibutuhkan. Jika orangtua tidak mampu memberi informasi valid, lanjut Suratman, cari orang lain yang mengetahuinya.
Selain itu, orangtua diharap memberi tantangan dan tanggung jawab yang bisa dilakukan remaja.
“Selesai satu tantangan diberi tantangan berikutnya. Pada periode ini anak anak bisa diajak bicara tentang tujuan hidupnya,” cetusnya. Ian