Sebanyak 27 warga (masing-masing 9 laki-laki dan 18 perempuan) Desa Bangket Parak, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, mengikuti sosialisasi parenting berkaitan dengan Program Berani II. Acara yang berlangsung di kediaman Kadus Bangket Parak Rabu (5/6), diikuti tokoh agama, Kadus, staf desa, guru, masyarakat, IRT, dan anak remaja.
Dalam kegiatan yang sangat langka itu, semua peserta menunjukkan antusiasmenya dengan melontarkan pertanyaan terkait isu perkawinan anak, pola asuh yang tepat pada anak bahkan pentingnya pendidikan bagi anak. Semua itu dilontarkan sesuai dengan pengalaman pribadi yang terjadi di diri mereka sendiri. Tampil sebagai pemateri kader desa dan LPA NTB.
Salah seorang pemuka agama, Hardi Saputra, menyampaikan bahwa beberapa faktor penyebab terjadinya perkawinan anak salah satu diantaranya adalah pendidikan. Ia merinci pendidikan dari keluarga di mana Ibu ayah sebagai guru pertama bagi anak. Selain itu lingkungan yang menentukan jati diri sejak kecil hingga dewasa. “Sekolah membentuk karakter menjadi manusia yang bermartabat,” katanya.
Kesadaran itu membuat Hardi menyampaikan permintaan khusus bekerjasama dengan sekolah-sekolah (usia remaja) terkait penekanan pendidikan tentang pencegahan perkawinan anak di satuan pendidikan yang ada di daerah. Hal ini, kata dia, guna memberikan pemahaman bagi anak dan guru demi tercapainya tujuan bersama.
Selamat selaku Kepala Dusun Bangket Parak mengemukakan hal senada bahwa semua pihak, baik orang tua, masyarakat dan satuan pendidikan (guru) berperan sangat penting dalam mencegah perkawinan anak.
Menurut Kasi Pemdes Bangket Parak, Mudah, dari 16 dusun di Bangket Parak, sebelum diterbitkan Undang-undang Nomor 16 tahun 2019, ada 3 kasus perkawinan anak namun tidak di laporkan ke desa. Oleh sebab itu, kata dia, agar tidak ada lagi kejadian serupa diperlukan sosialisasi di wilayah wilayah selatan yang memiliki angka perkawinan anak sangat tinggi.
“Sering terjadi anak-anak yang putus sekolah (pengangguran) memilih untuk menikah diusia dini dengan alasan tidak ada pekerjaan,” katanya dalam pertemuan itu.
Menurut Kardi, salah seorang pendidik, banyak anak putus sekolah disebabkan oleh pola pikir yang berubah (masa pubertas). Temuan di lapangan/lingkungan, kata dia, anak-anak bergaul tanpa memandang usia. Sehingga terkadang orang dewasa memberikan pengaruh buruk pada anak.
“Lantas bagaimana kami sebagai orang tua harus berperan agar tidak lagi dianggap salah dalam mendidik anak-anak kami.?” cetusnya bertanya seraya menyampaikan permintaan khusus agar dijadwalkan sosialisasi terkait pencegahan pernikahan anak di Desa Awang/Mertak.