LPA NTB Gelar Kegiatan Advokasi cegah Praktik P2GP: OPD Terkait, NGO dan Tokoh Adat Sasak dorong SE Hapus Praktik Sunat Perempuan

LPA NTB – Pertemuan Advokasi dengan Pemerintah Tingkat Provinsi NTB tentang Penghapusan Praktik Female Genital Mutilation {FGM), Selasa (9/9), yang dihadiri OPD terkait serta sejumlah NGO akan ditindaklanjuti dengan surat edaran (SE) Gubernur.  SE dimaksudkan untuk mendorong penghapusan praktik tersebut di masyarakat.

Pada pertemuan yang difasilitasi Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTB itu mengemuka bahwa sunat perempuan masih berlangsung di sebagian besar masyarakat. Bahkan NTB masuk 10 besar perempuan yang dikhitan. Dalam praktiknya, selain dilakukan pemotongan juga ada yang  melakukannya secara simbolik atau tanpa melakukan pemotongan.

Merilis sebuah penelitian, Plh Kepala Dinas Kesehatan NTB, Badarudin, dalam sambutannya mengatakan khitan sudah ada sejak dahulu tetapi di Indonesia dikaitkan dengan tradisi, implementasi ketaqwaan. “Secara kontekstual dalam Al Qur’an diminta mengikuti sunah Nabi Ibrahim namun tidak secara lugas dikatakan. Hadis pun terkatagori bersifat anjuran,” katanya.

Dari banyak kesimpulan secara kontekstual, kata dia, ketaqwaan tidak disamakan sebagai kewajiban melaksanaan khitan perempuan. Pada substansi empiris, khitan pada laki-laki lebih bermanfaat ketimbang perempuan. UU No 17 tahun 2023 tentang Kesehatan dan PP 28  tahun 2024 sebagai implementasi pasal dimaksud menghapus praktik sunat perempuan.

Advokasi dengan Pemerintah Tingkat Provinsi NTB tentang Penghapusan Praktik Female Genital Mutilation {FGM)

Menurut Badarudin, hasil riset menyebutkan sunat perempuan malah berlangsung sadis sehingga menimbulkan pembengkakan. Dampak jangka panjang pada gangguan emosional. “Namun tradisi di Lombok yang disebut bersuci masih berlangsung baik yang dilakukan bersama ataupun sendiri,” katanya.

Dalam konteks ini, ada kecenderungan orang tua yang meminta dilakukan sunat perempuan. “Ketika masih ada kebutuhan maka masih akan berlangsung,” ujarnya. “Saya berharap pertemuan ini memberi kontribusi bagi daerah sehingga diketahui oleh masyarakat NTB dan terimplementasi apa yang diharapkan,” katanya.

Pertemuan Advokasi dengan Pemerintah di Tingkat NTB tentang Penghapusan Praktik FGM yang menghadirkan  Kabid PHA DP3AP2KB NTB, Hj.Sri Wahyuni dan Kabid Kesmas Dikes NTB, Sri Ayu Astiti Dewi, diwarnai pemaparan dan dialog terkait sunat perempuan.

Kabid Kesmas Dikes NTB,  Sri Ayu Astiti Dewi, memaparkan sunat perempuan dalam kriteria WHO meliputi pemotongan dan pelukaan klitoris, pemotongan dan pelukaan sebagian atau seluruhnya, dan penyempitan atau penjahitan lubang vagina. WHO juga merilis sunat perempuan secara simbolis seperti pengolesan atau menggunakan cairan  masuk sunat perempuan.

Menurut Ketua LPA NTB, Sukran Hasan, S.Pd, upaya penghapusan praktik P2GP sesuai amanat Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan serta Peraturan Menteri Kesehatan  Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Reproduksi.

Karena itu, ia menegaskan kepada seluruh tenaga medis dan tenaga kesehatan agar tidak melakukan praktik sunat perempuan/FGM dalam bentuk apapun serta melakukan edukasi kesehatan reproduksi yang benar kepada masyarakat. Ian

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *