LPA NTB dan INOVASI NTB melakukan penguatan kapasitas guru dan kepala SD dalam Pengisian Profil Belajar Siswa (PBS) dengan menyinergikan PKBM dengan sekolah dasar (SD) di Desa Kuripan Timur, Kabupaten Lombok Barat. Ide ini pertama di Indonesia.
Kegiatan yang berlangsung, Sabtu (20/8), dibuka Kepala Dinas Pendidjkan dan Kebudayaan Lombok Barat, M. Hendrayadi. Hadir Provincial Manager INOVASI NTB, Jammarudin, Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTB, fasilitator, kepala sekolah, PKBM, guru, dan stakeholders lain.
PBS merupakan gambaran komprehensif tentang gaya, preferensi, kekuatan, dan tantangan belajar seorang individu, yang digunakan untuk merancang pembelajaran yang sesuai dan efektif. Kemendikbudristek bahkan sudah mengembangkan aplikasi PBS untuk mengumpulkan data siswa, terutama yang berkebutuhan khusus agar layanan pendidikan inklusif dapat diberikan secara optimal.
Kepala Dinas Dikbud Lombok Barat, M. Hendrayadi, dalam sambutannya mengemukakan, penanganan anak dengan hambatan fungsional, baik pada level ringan, sedang, maupun berat, selalu bisa dilakukan.
“Yang menentukan terhambat atau tidaknya bukan pada kondisi anak semata, melainkan pada niat dan hati kita dalam memberikan perhatian dan layanan pendidikan yang terbaik, ” katanya.
Karena itu, ia mengharapkan agar antar SDN dan PKBM di Desa Kuripan Timur — yang menjadi fokus program — selalu menjalin koordinasi yang erat, termasuk dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lombok Barat.
“Harapan saya, kita semua yang hadir di ruangan ini dapat terus mengembangkan dan memanfaatkan apa yang diperoleh dari kegiatan pelatihan hari ini untuk memperkuat kapasitas kita bersama, ” ujarnya.
KURIPAN TIMUR JADI DAMPINGAN
PBS tidak lepas dari upaya mewujudkan layanan pendidikan yang lebih inklusif, ramah anak, termasuk anak dengan hambatan fungsional maupun disabilitas. Mereka berhak mendapatkan layanan pendidikan yang setara, berkualitas dan sesuai dengan kebutuhannya.
Provincial Manager INOVASI NTB, Jammarudin mengatakan program menyinergikan antara PKBM dan SD dalam layanan pendidikan inklusif untuk anak-anak berkebutuban khusus baru pertama di Indonesia.
Menurutnya, beberapa sekolah menerima anak berkebutuhan khusus tapi tidak memiliki kompetensi layanan sesuai dengan kebutuhan anak dimaksud. “Sehingga anak itu hanya terdaftar datang ke sekolah tapi dia tidak mendapatkan pembelajaran. Kadang-kadang ada yang sekadar main di sekolah sampai jam belajar selesai, pulang, dia tidak mendapatkan apa-apa, ” kata Jammarudin.
Sebaran anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah umum belum teridentifikasi secara valid. Namun demikian, guru, kepala sekolah dan pengawas akan dilatih untuk memahami bagaimana mengidentifikasi anak-anak tersebut.
Kata dia, anak-anak yang mengalami hambatan fisik mudah diketahui namun yang mengalami hambatan lain yang tidak kelihatan secara fisik akan mengalami kesulitan. Karena itulah para guru dilatih.
KETERBATASAN PEMAHAMAN
Ketua LPA NTB, Sukran Hasan, mengatakan di Desa Kuripan Timur, Lombok Barat, masih terdapat keterbatasan pemahaman guru dan kepala sekolah terkait pendidikan inklusif, khususnya dalam memahami kebutuhan siswa dengan hambatan fungsional, melakukan asesmen kebutuhan melalui PBS, serta memanfaatkan aplikasi PBS yang terhubung dengan Dapodik.
“Kondisi ini menyebabkan layanan pendidikan belum sepenuhnya mendukung perkembangan anak, ” kata Sukran.
Program INOVASI NTB itu sendiri berkolaborasi dengan LPA NTB , Konsorsium NTB Membaca (KNTBM), dan Lembaga Begibung dalam menindaklanjuti implementasi PBS secara efektif. Tujuannya, meningkatkan kapasitas guru dan kepala sekolah SD/PKBM di Desa Kuripan Timur dalam memahami dan menerapkan konsep sekolah inklusif.
Peserta pun diharapkan memahami konsep dasar sekolah inklusif dan kebutuhan siswa dengan hambatan fungsional di samping memahami konsep asesmen kebutuhan siswa melalui PBS.
SEKOLAH TAK PUNYA KEAHLIAN
Dalam kegiatan itu berlangsung pula pemaparan guru, pengawas dan kepala sekolah dalam menangani anak-anak berkebutuhan khusus.
I Wayan Indrayani, Kepala SDN 1 Kuripan Timur, mengatakan dalam menghadapi anak berkebutuhan khusus senantiasa meminta agar guru bersabar. Contohnya ketika menangani anak yang kegiatan belajarnya tergantung mood.

“Guru disarankan agar sabar dan jangan dikumpulkan dengan anak yang biasa. Kadang dia bawa mainan. Kalau maunya belajar, belajar. Tapi kalau gak mood dia ngamuk, ” tuturnya. “Siswa seperti itu kian besar umurnya bisa diatur sedikit, ” lanjutnya.
Terdapat pula siswa yang sering mengalami kejang atau epilepsi.
“Dia perlu dipeluk. Saraf otaknya perlu ketenangan, ” cetus Indrayani yang mengaku tidak ada keahlian menghadapi siswa seperti itu kecuali mengajak guru bersabar. Namun, kadang muncul pernyataan, kalau yang satu diperhatikan terus yang 29 siswa diapakan?
Menurut Baiq Yuliana, salah seorang guru, menghadapi siswa berkebutuhan khusus memerlukan referensi dari guru sebelumnya untuk mengetahui berbagai perilaku siswa dan cara menghadapinya
“Kata guru (sebelumnya) kalau diberi tugas kadang ngamuk, maunya dengan akifitasnya sendiri,” cetusnya. Pihaknya kemudian mengunjungi orang tua si anak yang ternyata sudah pisah.
Ia menuturkan punya formula tersendiri dalam membimbing siswa tersebut dalam proses belajar, yakni melalui gambar. Hal ini membuatnya lebih mudah memahami pelajaran yang diberikan.
Fasilitator Ekosistem Daerah Program INOVASI, H.Sumum, mengatakam langkah ini merupakan program luar biasa sehigga diharapkan semua sekolah di Kabupaten Lombok Barat melakukan asesemen.
“Sementara di-sampling di Desa Kuripan Timur sebagai model yang akan berimbas pada sekolah di Kecamatan Kuripan dan Lombok Barat. Pendidikan inklusif ini akan memberikan kesempatan belajar yang sama kepada anak,” katanya.
“Kita tak bisa menjustifikasi mereka diberi layanan sama. Ibarat orang sakit ada diagnosa. Untuk mendiagnosa ada PBS. Sehingga guru punya gambaran tentang hambatan anak dengan pendekatan berbeda,” cetus H.Sumum seraya menambahkan di desa Kuripan Timur baru 23 orng yang akan diasesmen baik di PKBM maupun dua SD. ian