Desa Kuripan Timur, 18 – 19 Juni 2025, LPA NTB atas dukungan Program INOVASI NTB berkolaborasi dengan Konsorsium NTB Membaca dan Begibung melaksanakan kegiatan SOLO MASLO (Solusi Lokal untuk Masalah Lokal). Kegiatan ini merupakan kegiatan Diskusi Kolaboratif Mengembangkan Inisiatif Layanan Pendidikan Inklusif berbasis Masyarakat di Desa Kuripan. Hadir seluruh satkeholders kunci untuk mendukung kegiatan layanan pendidkkan inklusif di desa yang berbasis masyarakat, seperti Kepala Desa, ketua BPD, Ketua TPPKK desa, Ketua Pemuda, tokoh masyarakat, sekdes, ketua LPA Desa Kuripan Timur, Kader desa, Kepala SDN 1, SDN 2 dan PKBM Tunas Aksara Desa Kuripan Timur, Pengawas MI Kemenag, Pengawas SD Dikbud Lombok Barat, NGO dan Organisasi Penyandang Disabilitas (OPDIS). Pada kesempatan ini bermaksud menyampaikan beberapa catatan hasil kegiatan tersebut.
Fakta dan Human Interest
Dalam eksplorasi mengungkap fakta dan cerita dari peserta tergambar bahwa persepsi Masyarakat yang semula tidak paham akan anak dengan hambatan belajar fungsional menjadi paham secara substansi, dan akhirnya persoalan anak dengan hambatan belajar fungsional dapat menggugah peserta berpandangan bahwa hal tersebut ternyata adalah sebuah masalah yang penting diselesaikan. Beberapa fakta dan cerita yang terungkap sebagai berikut:
- Ada lebih dari 2 anak dengan disabilitas usia sekolah, namun belum mendapatkan layanan Pendidikan atau tidak sekolah (cerita Koordinator Kader Posyandu Kuripan Timur)
- Pemerintah desa belum memiliki data valid tentang anak dengan hambatan belajar fungsional,
- Mayoritas guru tidak memiliki kemampuan ataupun skill dalam menangani anak yang mengalami hambatan belajar..(cerita fakta dari guru SDN 2).
- Masyarakat belum memahami perbedaan antara anak disabilitas dengan anak dengan hambatan belajar. (Pernyataan Bu Kades yang dikuatkan oleh cerita Pak Nas –Ketua PKBM).
- Fasilitas sekolah belum mendukung layanan Pendidikan inklusif
- Lingkungan sekolah belum aman dan nyaman bagi anak dengan hambatan belajar fungsional (bulliying dan diskriminasi di kelas maupun di luar kelas)
- Sebagian guru belum memiliki kepedulian terhadap anak dengan hambatan belajar fungsional (khusus di lingkungan sekolah)
- Belum adanya assessment disekolah untuk klasifikasi anak dengan hambatan belajar
Human Interest:
1.Kisah Alfian, seorang anak dengan hambatan belajar fungsional. Selama ini keluarganya tidak memahami penanganan yang tepat dan tempat konsultasi yang dibutuhkan. Namun setelah mendapatkan informasi dan pemahaman dari Pak Nas (Ketua PKBM), akhirnya Alfian mendapatkan layanan Pendidikan inklusif di PKBM hingga sekarang.
2.Sebagian anak dengan disabilitas mendapatkan layanan Pendidikan di SDN 1 dan SDN 2 Kuripan Timur. Saat ini sudah mulai ada perkembangan, meskipun tenaga pendidik mengalami kesulitan dalam fasilitasi kebutuhan belajar siswanya yang mengalami hambatan belajar fungsional.
3.Dengan kepedulian dan komitmen yang tinggi Sekdes Kuripan Timur (guru Madrasah Tsanawiyah) secara otodidak telah mendampingi anak dengan disabilitas rungu tuli hingga menyelesaikan pendidikannya, walaupun dengan kemampuan dan fasilitas yang terbatas. 2 dari 3 orang anak saat ini sudah bekerja.
Menentukan rumusan pernyataan masalah
Hasil diskusi bersama peserta menemukan beberapa pernyataan masalah, antara lain:
- Masyarakat Desa Kuripan Timur tidak memiliki pemahaman dan kesadaran tentang pentingnya akses layanan pendidikan bagi anak dengan disabilitas atau anak dengan hambatan belajar fungsional.
- Anak dengan disabilitas belum mendapatkan layanan Pendidikan sebagaimana mestinya
- Di Desa Kuripan Timur terdapat anak yang tidak sekolah, terutama anak dengan disabilitas.
4, Satuan Pendidikan belum siap melakukan layanan Pendidikan inklusif terutama dari segi sarana prasarana maupun kapasitas tenaga pendidik.
- Perdes Desa Kuripan Timur, Nomor 24 Tahun 2024 tentang Peneyelenggaraan Desa Inklusif, belum terimplementasi/
- Belum ada data valid baik jumlah maupun secara terpilah mengenai anak dengan hambatan belajar fungsional.
Dari usulan rumusan pernyataan masalah, telah disepakati rumusan umumnya sebagai berikut: “Sebagian anak usia SD/MI belum menerima layanan pendidikan berkualitas sesuai kebutuhannya”
Selanjutnya Rumusan pernyataan masalah yang disepakati tersebut, peserta menentukan 3 penyebab utama, Mengapa ‘Sebagian anak usia SD/MI belum menerima layanan pendidikan berkualitas sesuai kebutuhannya’ ? Dan disepakati Bersama tida penyebab utama, yaitu:
- Terbatasnya data terkait anak dengan hambatan belajar fungsional
- Kurangnya kapasitas tenaga pendidik
- Belum ada satuan pendidikan yang siap memberikan layanan Iklusif
Analisa Singkat akar masalah dan kebutuhan masyarakat
- Akar masalah tentang ‘Terbatasnya data terkait anak dengan hambatan belajar fungsional’, terungkap dalam diskusi bahwa data yang terbatas itu disebabkan karena belum ada yang menggugah kepedulian masyarakat dan pemerintah desa tentang pentingnya data anak dengan hamatan belajar fungsional. Sehingga dalam diskusi, peserta menekankan pada peningkatan kesadaran masyarakat, kepedulian, system pelaporan dan pencatatan pada pemerintah desa. (hal ini mengarah pada kebutuhan peserta).
- ‘Kurangnya kapasitas tenaga pendidik’, akar masalah yang terungkap bahwa sekolah tidak mengadakan pelatihan peningkatan kapasitas tenaga pendidik dan menganggap sebagai beban tambahan. Pendapat dan pernyataan peserta bahwa harus ada pelatihan bagi guru untuk layanan Pendidikan inklusif itu muncul dalam diskusi sesi menemukan akar masalah maupun pada sesi-sesi awal (pengungkapan fakta dan cerita). Sedangkan anggapan ‘menjadi beban tenaga pendidik’ itu sudah terjawab oleh peserta dalam diskusi bahwa tenaga pendidik perlu meningkatkan empati, kepedulian, ketrampilan mengajar dengan hati walaupun tenaga pendidik berbeda latar belakang disiplin ilmunya. Terungkap juga pada cerita Sekdes yang mampu secara otodidak telah mendampingi anak dengan disabilitas rungu wicara sampai tamat Madrasah Tsanawiyah.
- ‘Belum ada satuan pendidikan yang siap memberikan layanan Iklusif’ , yang terungkap sebagai akar masalah adalah belum terbentuk sistem pendukung agar terjadi layanan pendidikan yang inklusif. Untuk kebutuhannya sudah tertuang pada hasil diskusi kelompok, yaitu diperlukan dukungan dan kolaborasi multipihak di desa Kuripan Timur.
PELUANG
- SDN 1, SDN 2 Desa Kuripan Timur dan PKBM Tunas Aksara melayani anak dengan hambatan belajar fungsional meskipun dalam kondisi yang terbatas.
- Telah memiliki Peraturan Desa Kuripan Timur Nomor 24 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Desa Inklusif.
- Terdapat individu yang peduli dan PKBM sebagai support system layanan Pendidikan inklusif pada satuan Pendidikan dasar.
- Keberterimaan pemerintah desa terhadap inisiatif pengembangan layanan Pendidikan inklusif di desa
TANTANGAN
- Isu pendidikan inklusif dan anak dengan hambatan belajar fungsional merupakan isu yang pertama kali didiskusikan oleh sebagian besar peserta terutama peserta tingkat desa (pemerintah desa dan unsur masyarakat). Oleh karena itu membutuhkan waktu/durasi yang lama untuk mencapai target substansi hasil diskusi kelompok.
- Fasilitator kurang maksimal mengembangkan metode fasilitasi sehingga peserta mengalami sedikit kesulitan menemukan faktadan akar masalah secara detail.
SOLUSI
1.Pertemuan lanjutan terkait merancang Solusi untuk menyelesaikan masalah. (Proses ini sekaligus sebagai pendalaman dan penyempurnaan hasil kegiatan/diskusi sebelumnya)
2.Melakukan pendampingan pada pemerintah desa untuk peningkatan kesadaran masyarakat, implementasi Perdes penyelenggaraan desa inklusif dan system pencatatan data.
3.Pendampingan pada satuan Pendidikan SD/MI dan PKBM untuk Pendidikan inklusif