Nurhayati tidak bisa tinggal diam ketika menyaksikan munculnya kasus kasus yang menimpa anak. Begitu menerima laporan, ia akan tancap gas menelusuri persoalan itu dan melakukan pendampingan hingga masalahnya kelar. Kehadiran program Berani II yang fokus pada pencegahan perkawinan anak membuatnya semakin mendapatkan energi untuk menjaga hak hak anak.
“Cita cita saya memang mau menjadi pendamping anak-anak KLU agar mereka bisa menyelesaikan pendidikan, ” kata perempuan dia anak kelahiran 23 September 1972 ini.
Nurhayati semula berkiprah berkiprah sebagai kader posyandu tahun 2009. Di ruang pengabdiannya itu dia berhadapan dengan anak bayi, balita dan orang tua
Ketertarikannya pada masalah anak muncul begitu menyaksikan kondisi mereka. Nurhayati yang akrab disapa Mbak Nung ini pun bergabung dengan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Lombok Utara tahun 2015 sebagai bendahara. Ia pun mulai turun dalam.penanganan kasus anak.
“Karena saya perduli dengan pendidikan mereka dan mau melihat anak anak KLU menerima hak-hakmya sebagai anak tanpa ada tekanan dari orang tua, ” ujar mbak Nung.
Aktifitasnya yang semakin luas membuatnya dipercaya sebagai konselor PPA (Pemberdayaan Perempuan dan Anak.) di desa sekaligus sebagai anggota BPD Desa. Sedangkan di tingkat kabupaten aktif di MKD (Majelis Krama Desa) sebagai koordinator kecamatan Bidang PPA.
Menurutnya, persoalan perempuan dan anak di KLU sangat memprihatinkan. Tahun 2024 saja terjadi berbagai kasus kekerasan terhadap anak yang mencapai di atas seratus jumlahnya.
Walau Pemda tidak memiliki anggaran untukpenanganan, dorongan untuk peduli anak memacunya menjalankan berbagai langkah, terutama bersama LSM yang konsen di bidang itu.
“Lewat lembaga kami turun bersosialisasi gabung dengan teman-teman program PKH. Karena dari 2015 sampai 2020 kami tidak ada anggaran dari Pemda, demi anak anak dan perempuan KLU kami coba. Gabung sama teman temen program lain untuk mensosialisasikan terkait kekerasan terhadap anak dan perempuan, ” paparnya.
Dalam penanganan kasua dia mengaku tidak memilih atau memilah kasus yang didampingi atau ditangani.
“Intinya ada kasus kita turun dampingi mulai dari peroses di bawah sampai dampingan ke Polres kalau kasusnya dilaporkan, ” ujarnya seraya menambahkan peran LPA NTB sangat membantu sehingga jika ada kasus lintas kabupaten pihaknya langsung mengontak untuk ikut serta membantu penanganan kasus tersebut.
Dari berbagai kasus yang menimpa anak, menurutnya, salah satu yang sering terjadi adalah kehamilan anak. Kasus kecelakaan ini akan berdampak pada dinikahkannya anak melalui jalur dispensasi. Bahkan pada tahun sebelumnya tidak jarang tidak hamil pun pernikahan bisa lolos melalui jalur ini. Dampaknya, jumlah pernikahan anak meningkat.
“Kami coba koordinasi lembaga LPA dengan lembaga pengadilan supaya yang tidak hamil jangan diloloskan, ” kata mbak Nung.
Menurutnya, pasangan yang tidak hamil masih bisa dilerai untuk melakukan penundaan hingga usia mencukupi dan terus didampingi agar tidak nekat melakukan perkawinan. Pihaknya, selain mencoba menyadarkan anak, juga berkomunikasi dengan orangtua masing-masing agar anak tidak menjadi korban.
Upaya yang dilakukan Nurhayati menerima dukungan LPA NTB. Dalam program Berani 2 yang fokus pada pencegahan perkawinan anak, ia turut serta memfasilitasi pelatihan live skill, Dialog Warga dan pelatihan membuat konten kreator terkat pencegahan pernikhan anak. Program itu tidak hanya melibatan anak dan remaja melainkan juga para orangtua.
“Masyarakat sangat menerima dan merespon kegiatan ini karena menurut mereka jarang pelibatan masyarakat secara langsung, ” katanya.
Berkat intensitas turun ke lapangan yang padat, orangtua mulai memahami untuk menjaga anak anak mereka. Sehingga, orangtua sampai pada keputusan ada atau tidak ada aturan, tdak boleh menikahkan anak di bawah umur karena berbagai resiko yang berat terutama masalah kesehatan, pendidikan, mental dan psikologis.
“Menurut anak anak, mereka jadi paham menikah di usia anak sangat merugikan diri sendiri dan merusak masa depan, ” tambahnya.