Sahiri merasakan betul derita menikah di usia anak. Selain memikil problem ekonomi, dia mengalami pula problem lain seperti kesehatan dan pendidikannya yang terbengkalai. Karena itulah, Sahiri kini menjadi penentang keras perkawinan anak.
Sahiri menikah pada usia 16 tahun pada tahun 1993 setamat SMP. Dalam usia yang relatif muda, mengarungi bahtera rumah tangga bersama Sosiawan suaminya, membuat Sahiri terjebak dalam berbagai persoalan yang sulit dilupakan.
“Banyak masalah yang kita hadapi selama menjalani rumah tangga, ” cetus Sahiri. Selain pendidikannya yang terbengkalai, faktor ekonomi, pengetahuan tentang masalah kesehatan dan kelabilan emosi dalam rumah tangga dilaluinya dengan berat.
Pengalaman itu membuat Sahiri tidak ingin hal serupa menimpa anak anak di desanya. Sehingga, ketika LPA NTB melakukan pendampingan di Desa Aiq Dewa melalui program Berani II yang fokus pada pencegahan perkawinan anak, Ketua PKK Desa Aiq Dewa, Kecamatan Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur, itu sangat antusias menjadi ujung tombak mengakhiri pernikahan anak.
Ia terlibat tidak hanya melalui kampanye yang terus digaungkan melainkan juga dalam dialog warga untuk memberikan penyadaran bahwa dampak perkawinan anak sangat buruk bagi generasi mendatang.
Menurut Sahiri, banyak warga melakukan perkawinan anak disebabkan tidak mengetahui dampak yang diakibatkan. Ketiadaan pemahaman ini sering pula mendorong orangtua menikahkan anaknya yang kemudian menjadi sebuah penyesalan.
“Kadang orangtua beranggapan menikahkan anak akan mengurangi beban keluarga, tetapi ternyata tidak seperti itu karena justru menambah beban, ” ujar Sahiri.
Berbekal pengetahuan yang semakin baik, ia pun aktif menyosialisasikan pentingnya pencegahan perkawinan anak. Bahkan istri kepala Desa Aiq Dewa ini dalam sebuah kesempatan berhasil melakukan pencegahan salah seorang warga desa setempat yang merencanakan nikah dini. Karena anak anak acap kali sulit menceritakan kondisi dirinya, Sahiri terus memantau perkembangannya.
Sementara ini, kasus perkawinan anak berhasil ditekan. Di Desa Aik Dewa, hingga bulan Maret tahun 2025i tidak ada kasus perkawinan anak. Hal ini, kata Sahiri, juga berkat dukungan anak-anak yang bersama sama. mendukung program tersebut.